backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Ini Alasan Kenapa Bayi Tidur Satu Ranjang dengan Orangtua Bahaya

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto · General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui seminggu yang lalu

    Ini Alasan Kenapa Bayi Tidur Satu Ranjang dengan Orangtua Bahaya

    Bagi kebanyakan orang di Indonesia, membiarkan bayi tidur satu ranjang dengan orangtua menjadi sesuatu hal yang lazim. Mereka berpikir tidur bareng dengan bayi bisa lebih hemat waktu dan tenaga daripada harus bolak-balik ke tempat tidur lain ketika si Kecil terbangun karena mimpi buruk atau kelaparan.

    Namun, tahukah Anda bahwa membiasakan bayi tidur satu ranjang dengan orangtua bisa berpengaruh buruk pada kesehatan, baik bagi si Kecil maupun orangtua? Untuk lebih jelasnya, simak ulasan berikut ini.

    Kenapa bayi tidak boleh tidur satu ranjang dengan orangtua?

    sleep training

    Tidak semua orangtua sampai hati untuk membiarkan bayi tidur sendirian sepanjang malam. Itulah kenapa masih ada orangtua yang membolehkan bayi mereka tidur bareng di kasur yang sama.

    Di satu sisi, tidur bersama orangtua dapat mendukung kesejahteraan fisik dan mental si Kecil.

    Saat tidur bersama orangtua, biasanya bayi lebih jarang menangis karena merasa nyaman dan aman serta dapat mengendalikan stresnya dengan lebih baik.

    Ini semua berkat jalinan ikatan batin antara orangtua dan bayi yang semakin kuat.

    Meski demikian, ada baiknya Anda mulai melatih dan membiasakan bayi untuk tidak tidur satu ranjang dengan Anda.

    Sebab, ada efek buruk yang bisa terjadi jika hal tersebut dibiarkan. Jadi, kenapa bayi tidak boleh tidur di tengah orangtua? Berikut berbagai risikonya.

    1. Risiko SIDS (sudden infant death syndrome)

    Tidur bersama bayi di satu ranjang bisa meningkatkan risiko sudden infant death syndrome (SIDS), yang merupakan kematian mendadak dan tak terduga pada bayi yang tidur.

    Melansir dari NPR, tidur di satu ranjang yang sama dengan orangtua atau tidur di tempat tidur yang sangat lunak dapat meningkatkan risiko SIDS pada 1 dari 150 bayi.

    Ini karena orangtua bisa tanpa sengaja menindih bayi saat tidur bersama, terutama jika tidur dalam posisi tertentu atau tidak cukup sadar dengan keberadaan bayi di kasur.

    Saat tidur bersama di satu ranjang, tubuh orangtua juga bisa memberikan terlalu banyak panas pada bayi, yang dapat menyebabkan bayi kepanasan atau overheating. Overheating telah dikaitkan dengan peningkatan risiko SIDS.

    2. Risiko kesulitan bernapas

    Bayi yang tidur di satu ranjang yang sama dengan orangtuanya memiliki risiko terjepit atau tertekan oleh bantal, selimut, atau bahkan di antara tubuh orangtua dan kasur.

    Hal ini dapat menyebabkan penutupan saluran napas dan mengganggu aliran udara yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi.

    3. Kebiasaan tidur yang buruk

    Tidur bersama dengan bayi di satu ranjang dapat menciptakan kebiasaan tidur yang buruk pada bayi, seperti ketergantungan pada sentuhan atau suara orangtua.

    Si Kecil mungkin juga harus menggunakan alat bantu, seperti ayunan atau gendongan, untuk bisa tertidur. Hal ini bisa menyebabkan kesulitan bagi bayi untuk tidur sendiri di tempat tidurnya.

    Selain itu, tidur bersama orangtua mungkin membuat bayi tidak memiliki jadwal tidur yang teratur.

    Bahkan, bayi juga bisa menunjukkan perilaku insomnia, sehingga bayi sulit tidur di malam hari. Pola tidur yang tidak stabil ini dapat menyebabkan bayi rewel dan merasa lelah sepanjang hari dan malam.

    4. Gangguan tidur

    Tidur bersama dengan bayi di satu ranjang dapat mengganggu pola tidur orangtua dan bayi itu sendiri. Bayi mungkin terbangun lebih sering karena gerakan atau suara orangtuanya.

    Sementara orangtua bisa lebih sering terbangun karena bayi, terutama yang berusia 12—23 bulan, masih sulit tidur nyenyak.

    Mereka masih suka terbangun tengah malam karena lapar, mengompol, atau takut. Kebanyakan anak kecil juga termasuk aktif bahkan saat tidur sekali pun.

    Mereka mungkin berguling, menendang, memukul, hingga memutar badannya ke segala arah.

    Akibatnya, Anda bisa mengalami kekurangan waktu tidur hingga sekitar 1 jam saat tidur bersama si Kecil. Di sisi lain, ibu yang sudah melatih anaknya tidur di kamar sendiri cenderung tidak mengalami hal-hal demikian.

    5. Gangguan mental pada orangtua

    Kurang tidur memang bukan penyebab langsung dari gangguan kejiwaan. Namun, sudah banyak studi yang melaporkan berbagai efek merugikan dari kurang tidur yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan.

    Ibu yang terbangun tengah malam akibat anaknya, baik sengaja atau tidak, melaporkan mengalami gejala stres, gangguan kecemasan, bahkan hingga depresi.

    Selain itu, diketahui bahwa rata-rata orang yang mengidap insomnia dapat memiliki risiko menderita depresi hingga 10 kali lipat.

    Gangguan mental itu sendiri erat kaitannya dengan masalah sulit tidur. Gejala gangguan mental, seperti depresi atau gangguan kecemasan, juga dapat memperparah insomnia dan masalah tidur lainnya.

    Jangan tidur bersama bayi di sofa!

    Bukan hanya tidur satu ranjang, tidur dengan bayi di sofa atau kursi juga tidak disarankan. Pasalnya, posisi tidur ini tidak aman karena dapat menghalangi jalan napas bayi dan menyebabkan mati lemas. Sebaiknya, pindahkan bayi Anda ke tempat yang aman jika Anda merasa akan tertidur di kursi atau sofa sambil menggendong bayi Anda.

    Adakah cara aman tidur bersama bayi?

    anak tidur sendiri

    Meskipun ada risiko tertentu terkait tidur satu ranjang dengan bayi, beberapa langkah dapat diambil untuk meminimalkan risiko dan memastikan tidur bersama bayi dilakukan dengan aman, yaitu sebagai berikut.

    • Pilih tempat tidur yang aman. Gunakan tempat tidur bayi yang cocok ukurannya dan memenuhi standar keamanan. Tempat tidur bayi yang tepat harus memiliki kasur yang kokoh dengan sprei yang pas, tanpa celah di antara kasur dan bingkai tempat tidur yang bisa menyebabkan bayi terjepit.
    • Hindari risiko bayi sesak napas. Pastikan bayi tidur di atas permukaan yang keras dan rata. Jauhkan bantal, selimut, mainan, dan barang lain yang dapat menutupi wajah bayi dan mengganggu aliran udara.
    • Jaga bayi tetap dingin tetapi tidak terlalu panas. Bayi tidak memerlukan selimut tebal atau pakaian berlebihan saat tidur. Pastikan suhu ruangan nyaman dan hindari overheating dengan tidak menutupi bayi terlalu banyak.
    • Jaga bayi tetap dekat, tapi tidak terlalu dekat. Tempatkan tempat tidur bayi di samping tempat tidur orangtua atau dalam kotak bayi yang terhubung ke tempat tidur orangtua. Ini memungkinkan bayi untuk tetap dekat dengan orangtua tanpa risiko tertindih atau sesak napas.
    • Hindari asap rokok dan alkohol. Jangan merokok di dalam rumah atau dekat bayi. Hindari tidur bersama bayi jika Anda atau pasangan Anda mengonsumsi alkohol atau obat-obatan yang dapat mengganggu kesadaran.
    • Jaga keamanan tempat tidur. Pastikan tidak ada celah atau jarak yang dapat menyebabkan bayi terjepit di antara tempat tidur orangtua dan tempat tidur bayi. Pastikan juga tempat tidur orangtua aman dari risiko jatuh atau tergelincir.
    • Perhatikan posisi tidur bayi. Letakkan posisi bayi tidur telentang karena telah terbukti mengurangi risiko SIDS.

    Jika bayi menunjukkan tanda-tanda kesulitan bernapas atau kebingungan, segera pindahkan bayi ke tempat tidur mereka sendiri.

    Selalu komunikasikan kepada pasangan Anda tentang keselamatan tidur bersama bayi dan jaga bayi tetap diawasi saat tidur bersama.

    Hal yang juga penting, sebaiknya Anda tidak lagi membiasakan bayi tidur satu ranjang dengan orangtua. Lebih baik lakukan sleep training dan ajarkan si Kecil untuk mulai tidur di kasur atau bahkan kamar sendiri.

    Membiasakan si Kecil tidur di kamarnya sendiri sejak dini berarti melatihnya untuk hidup mandiri dan berani.

    Namun jika masalah tidur si Kecil malah makin parah hingga bahkan memengaruhi kesehatan Anda dan pasangan, sebaiknya konsultasikan lebih lanjut kepada dokter untuk mencari solusi terbaiknya.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Carla Pramudita Susanto

    General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


    Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui seminggu yang lalu

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan